Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Rabu, 15 Juni 2011

BANK SYARIAH

PRINSIP, PENGAKUAN, PENGUKURAN, PENYAJIAN, DAN PENGUNGKAPAN DALAM AKUNTANSI BANK SYARIAH

ABSTRAK
            Tulisan ini menjelaskan mengenai bagaimana prinsip, pengakuan dan pengukuran, penyajian serta pengungkapan yang ada dalam akuntansi bank syariah. Secara umum prinsip-prinsip akuntansi syariah dibagi menjadi dua yaitu, berdasarkan pengukuran dan penyingkapan, dan berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana. Berdasarkan pengukuran dan penyingkapannya prinsip terdiri dari zakat, bebas bunga, dan halal, sedangkan berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana prinsip terdiri dari ketaqwaan, kebenaran, dan pertanggungjawaban.
            Dalam akuntansi bank syariah pengakuan dan pengukurannya terbagi menjadi pengakuan dan pengukuran mudharabah, musyarakah, murabahah, salam parallel, istihna parallel, ijarah muntahiyah bittamlik, wadi’ah, qardh, Sharf, dan Berbasis Imbalan. Sedangkan penyajian serta pengungkapannya diatur oleh Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PABSI). Oleh karena itu laporan keuangan harus mampu memfasilitasi semua pihak yang terikat dengan bank syariah.  

PENDAHULUAN
            Akuntansi syari’ah adalah wacana baru dalam bidang akuntansi, wacana ini baru muncul ketika bermunculannya lembaga-lembaga ekonomi syari’ah yang mulai berpraktik. Pencarian bentuk akuntansi yang sejalan dengan nilai-nilai syari’ah telah dilakukan oleh beberapa ilmuan dan peneliti, walaupun hasilnya belum dapat dikatakan memuaskan tetapi paling tidak suatu pencarian tersebut telah mendapatkan hasil berupa rumusan-rumusan normatif tentang bagaimana seharusnya sebuah laporan keuangan akuntansi syari’ah disajikan.
Ciri yang melekat dari akuntansi syari’ah adalah mengandalkan etika dan spiritualitas, sehingga dapat terjaga integritasnya dalam menciptakan rasa keadilan bagi semua pengguna laporannya, hal ini tentu menjadi sangat menarik bila dihubungkan dengan fenomena laporan keuangan saat ini yang semakin kehi-langan kepercayaan penggunanya, tentu saja prinsip-prinsip akuntansi syari’ah diharapkan mampu menjadi solusi menjaga akuntabilitas laporan keuangan.
Dikeluarkannya pernyataan standar akuntansikeuangan no. 59 tentang akuntansi perbankan syariah indonesia (apsi) oleh bank Indonesia (bi) merupakan hal yang perlu kita syukuri keberadaannya. Adanya PSAK No. 59 dan PAPSI memiliki banyak makna. Dari sudut pandang perkembangnindstri perbankan syariah PSAK dan PAPSI dapat diharapkan sebagai instrument yang dapat meningkatka kepercayaan public dalam menabung dan berbisnis dengan bank syariah yang pada giliranya akan lebih memacu perkembangan industri bank syariah di Indonesia. Sementara itu juga dilihat dari iklim bisnis masyarakat Indonesia yang masih rendah tingkat integrasinya dengan nilai-nilai islam, PSAK No. 59 dan PAPSI dapat diharapkan sebagai ujung tombak baik dalam proses pengembangan bisnis yang islami maupun dalam pengembangan ilmu bisnis yang peduli pada moralitas, spirit agama,dan kepedulian social.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59 tentang Akuntansi perbankan Syariah oleh ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bertujuan untuk mengatuir perlakuan kuntansi (pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah. Pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank pengkreditan rakyat sayriah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang beroperasi di Indonesia. Hal-hal umum yang tidak diatur dalampernyataan ini memacu pada pernyataan standar akuntansi yang berlaku umum sepanjang sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.pernyataann ini bukan nerupakan pengaturan penyajian laporan keuangan sesuaipermintaan khusus (statutorial) pemerintah,lembaga pemerintah independent,dan bank sentral (Bank Indonesia). Laporan keuangan yang disajikan berdasarkan pernyataan ini tidak dimaksudkan untuk memenuhi peraturan perundang-undangan tersebut.

PEMBAHASAN
Prinsip-prinsip Akuntansi Syari’ah
            Berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah masalah akuntansi akan berkait pula dengan prinsip-prinsip syari’ah, karena syari’ah mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia, baik ekonomi, politik, sosial dan falsafah moral. Dengan demikian syari’ah berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di dalam hal akuntansi (Muhammad, 2002:112). Wan Ismail Wan Yusoh (2001 dalam Harahap, 2001:212) mengemukakan beberapa syarat sebagai dasar-dasar akuntansi syari’ah, sebagai berikut: 1) benar (truth) dan sah (valid), 2) adil (justice), yang berarti menempatkan sesuatu sesuai dengan peruntukannya, diterapkan terhadap semua situasi dan tidak bias, harus dapat memenuhi kebutuhan minimum yang harus dimiliki oleh seseorang, 3) kebaikan (benevolence/ihsan), harus dapat melakukan hal-hal yang lebih baik dari standar dan kebiasaan. Sebenarnya prinsip-prinsip akuntansi konvensional telah mema-sukkan aspek-aspek seperti yang diutarakan di atas hanya saja prinsip conservatism yang selalu membela kepentingan pemilik modal menjadi tidak sejalan dengan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah (Adnan, 1997 dalam Harahap, 2001:213).
            Muhammad (2002:114-115) mencoba merumuskan prinsip-prinsip akun-tansi syari’ah dengan membagi dua bagian: 1) berdasarkan pengukuran dan penyingkapan, dan 2) berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana.
            Prinsip akuntansi syari’ah berdasarkan pengukuran dan penyingkapannya terdiri dari, 1) Zakat: penilaian bagian-bagian yang dizakati diukur secara tepat, dibayarkan kepada mustahik sesuai yang dikehendaki oleh Al-Qur’an (delapan asnaf) atau zakat dapat pula disalurkan melalui lembaga zakat yang resmi. 2) Bebas bunga: Entitas harus menghindari adanya bunga dalam pembebanan-pembebanan dari transaksi yang dilakukan, menghindari hal ini akan lebih tepat bila entitas berbentuk bagi hasil atau bentuk lain yang sifatnya tidak memakai instrumen bunga. 3) Halal: menghindari bentuk bisnis yang berhubungan dengan hal-hal yang diharamkan oleh syari’ah, seperti perjudian, alkohol, prostitusi, atau produk yang haram lainnya. Menghindari transaksi yang bersifat spekulatif, seperti bai’ al-gharar; munabadh dan najash.
            Prinsip akuntansi syari’ah berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana terdiri dari: 1) Ketaqwaan: mengakui bahwa Allah adalah penguasa tertinggi. Allah melihat setiap gerak yang akan diperhitungkan pada hari pembalasan. Dapat membedakan yang benar (al-haq) dan yang salah (al-bathil). Mendapatkan bimbingan dari Allah dalam pengambilan keputusan. Mencari ridha dan barakah Allah dalam menjalankan aktivitas. 2) Kebenaran: visi keberhasilan dan kegagalan yang meluas ke dunia mencapai maslahah. Menjaga dan memperbaiki hubungan baik dengan Allah (hablun min Allah) dan menjaga hubungan dengan sesama manusia (hablun min al-nas). 3) Pertanggungjawaban: Pertanggung-jawaban tertinggi adalah kepada Allah, berlaku amanah. Mengakui kerja adalah ibadah yang selalu dikaitkan dengan norma dan nilai “syari’ah”. Merealisasikan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Berbuat adil kepada sesama ciptaan Allah, bukan hanya kepada manusia.
            Merujuk dari investigasi yang dilakukan oleh Syahatah (2001:73-92) kaidah akuntansi yang terpenting berdasarkan hasil istimbath dari sumber-sumber hukum Islam (syari’ah), adalah sebagai berikut:
1.      Independensi jaminan keuangan. Perusahaan hendaklah mempunyai sifat yang jelas dan terpisah dari pemilik perusahaan.
2.      Kesinambungan aktivitas. Kaidah ini memandang bahwa aktivitas suatu per-usahaan itu mesti berkesinambungan (terus beraktivitas).
3.      Hauliyah (pentahunan/penetapan periode). Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an (9:36) “sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan ...” jadi periode akuntansi syari’ah lebih tepat memakai putaran tahun, karena hal tersebut juga berhubungan dengan nisab zakat yang menggunakan bilangan tahun.
4.      Pembukuan langsung dan lengkap secara detail. Kaidah ini menghendaki pembukuan secara rinci dalam mencatat transaksi, dimuali dari tanggal, bulan, tahun, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan, hal ini disarkan perintah dalam Al-Qur’an (2:282) “uktubuhu” perintah mencatat kemudian “ila ajalin musamma” menunjukkan suatu tanggal kejadian tertentu.
5.      Pembukuan disertai dengan penjelasan atau penyaksian obyek. Kaidah ini menghendaki pembukuan semua aktivitas ekonomi keangan berdasarkan dokumen-dokumen yang mencakup segia bentuk dan isi secara keseluruhan. Dalam fikih Islam, bentuk ini disesbut pencatatan dengan kesaksian.
6.      Pertambahan laba dalam produksi, serta keberadaannya dalam perdagangan. Dalam fikih islam, laba dianggap sebagai perkembangan pada harta pokok yang terjadi dalam masa haul (periode akuntansi), baik setelah harta itu diubah dari barang menjadi uang meupun belum berubah. Kaidah inilah yang dipakai dalam menghitung zakat mal.
7.      Penilaian uang berdasarkan emas dan perak. Al-Qur’an telah mengisyaratkan bahwa emas dan perak adalah sebagai wadah sentral dalam penetapan harga (QS, 12:20, 3:75, 9:34)
8.      Prinsip penilaian harga berdasarkan nilai tukar yang sedang berlaku. Implementasi kaidah ini untuk memelihara keselamatan dan keutuhan modal pokok untuk perusahaan dari segia tingginya volume proses penukaran barang dan kemampuan barang itu untuk berkembang dan menghasilkan laba.
9.      Prinsip perbandingan dalam menentukan laba. Prinsip ini ditujukan untuk menghitung dan mengukur laba atau rugi pada perusahaan mudharabah yang kontinu, serta menentukan aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya yang menghen-daki perbandingan antara beban-beban dan uang masuk selama periode tertentu.
10.  Prinsip muwa’amah (keserasian) antara pernyataan dan kemaslahatan. Catatan akuntansi harus menjelaskan keterangan-keterangan yang telah dipublikasikan secara wajar, yaitu sesuai dengan kesanggupan dan situasi serta metode yang digunakan yang dapat melindungi kemaslahatan serta tidak menimbulkan kemudharatan.

Pengakuan dan Pengukuran Mudharabah
Mudharabah adaalah akad kerja sama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka. Jika usaha mengalami kerugian, makaa seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dan, seperti penyelewengan, kecurangan,dan penyalahgunaan dana.
            Mudaharabah ada 2 jenis,yaitu ‘mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat) dan mudharabah muqayyadah (investasi terikat).
Pengakuan dan pengukuran pembiyaan mudharabah
1.      Pengakuan mudharabah adalah sebagai berikut”
a.       pembiyaan mudharabah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aktiva nonkas kepada pengelola dana; dan
b.      pembiyaan  mudharabaha yang diberikan secara bertihahap diakui pada setiap tshap pembayaran atau penyerahaan.
2.      Pengukuran pembiyaan mudharabah adalah sebagai berikut:
a.       Pembiyaan mudharabah dalabentuk kas diukur sejumlah uang yang diberikan bank pada saat pembayaran;
b.      pembiyaan mudharabah dalam bentuk aktiva nonkas:
a.       diukur sebesar nilai wajar aktiva nonkas pada saat penyerahan;dan
b.      selisisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva nonkas diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank; dan
2.      beban yang terjadi sehubungan dengan mudharabah tidak dapat diakui sebagai bagian pembayaran mudharabah kecuali telah disepakati bersama.

Pengakuan Laba atau Rugi Mudharabah
Apabila pembiyaan mudharabah melewati satu periode pelaporan:
  1. laba pembayaran mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nasabah yang disepakati; dan
  2. rugi yang terjadi diakuidalam periode terjadinya rugi tersebut dan mengurangi saldo pembayaran mudharabah

Pengkuan dan pengukuran Musyarakah
Musyakaah adalah akad kerja sama antara parapemilikmodal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu,baik yang sudah berjalan maupun yang baru.selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikutbagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atas Sekaligus kepada bank.
Pembiyaan musyarakah dapat diberikan dala bentuk kas, setara kas, atau aktiva nonkas, termasuk aktiva tidak terwujud, seperti lisensidan hak paten. Karena setiap mitra tidak dapaat menjadi modal mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukan adanya kesalahan yang disengaja. Bebrapa hal yang menunjukan adanya kesalahan yang disengaja adalah: pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana pembiayaan, manipulasi biaya dan pendapatan operasional, serta pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa, kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan badan arbitrase atau pengadilan
Laba musyarakah dibagi diantara para mitra dan bank secara proposional sesuai dengan modal yang disetorkan ( baik berupa kas maupun aktiva lainnya) atau sesuai dengan yang disepakati oleh semua mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara proposional sesuai dengan modal yang disetorkan (baik berupa kas maupun aktiva lainnya)
Musyarokah dapat bersifat permanen maupun menurun. Dalam musyarakah permanen, bagi modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Sedangkan dalam musyarakah menurun, bagian modal bank akan menurun dan pada akhir masa akad, mitra akan menjadi pemilik usaha tersebut.
Pengakuan dan Pengukuran Awal Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau penyerahan aktiva nonkas kepada mitra musyarakah. Pengukuran pembiayaan musyarakah dalam bentuk:
  1. Pembiayaan musyarakah dalam bentuk;
a.       Kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
b.      Aktiva non kas dinilai sebesar nilai wajar dan nilai buku aktiva non kas, maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat penyerahan; dan
  1. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah kecuali persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.

Pengakuan Laba atau Rugi Musyarakah
Laba pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian bank sesuai dengan nisbah yang disepakati atas hasil usaha musyaraah. Sedangkan rugi pembiayaan musyarakah diakui secara proporsional sesuai dengan kontibusi modal. Apabila pembiayaan musyarakah permanen melewati satu periode pelaporan maka:
  1. Laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati; dan
  2. rugi diakui dalam periode terjadinya kerugian tersebut dan mengurangi pembiayaan musyarakah.
Apabila pembiayaan musyarakah menurun melewati satu periode pelaporan dan terdapat pengembalian sebagian atau seluruh pembiayaan, maka:
  1. laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah yang disepakati;dan
  2. rugi diakui dalam periode terjadinya secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal dan mengurangi pembiayaan musyarakah.

Apabila terjadi rugi dalam musyarakah akibat kelalaian atau kesalahan mitra pengelola usaha musyarakah, maka rugi tersebut ditanggung oleh mitra pengelola usaha musyarakah. Rugi karena kelalaian mitra musyarakah tersebut diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra pengelola usaha, kecuali jika mitra mengganti kerugian dengan dana baru.

Pengakuan dan Pengukuran Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank(sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli, maka penurunan nilai tersebt menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.
Bank dapat meminta nasabah menyediakan angunan atas piutang murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank. Bank dapat meminta kepada nasabah urban sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat. Urban menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urban dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.
Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak menggunakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda ditetapkan berdasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial ( Qardhul hasan).
Pengakuan Dan Pengukuran Salam Dan Salam Paralel
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan secara segera oleh pembelian sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam peralel.
Salam parallel dapat dilakukan dengan syarat:
  1. Akad kedua antara bank dan pemasok terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir, dan
  2. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.

Pengakuan dan Pengukuran Istishna dan Istishna Paralel
            Istishna adalah akad jual beli antara pembeli dan penjual. Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan barang pesanan sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Spesifikasi dan barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual diawal akad. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitias dan kuantitas. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik antara pembeli dan penjual. Jika barang pasanan yang dikirim salah satu cacat, maka penjual bertanggung jawab atas kelalaiannya.
            Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istihna parallel.
Istishna Paralel dapat Dilakukan dengan Syarat:
1.      Akad kedua antara bank dan subkontraktor terpisah dari akad pertama antara bank dan pembeli akhir
2.      Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
Pada dasarnya istishna tidak dapt dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
  1. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya
  2. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas:
  1. Jumlah yang telah dibayarkan.
  2. Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu.

Pengakuan Pendapatan dan Keuntungan Istishna Paralel
Pendapatan istishna adalah total harga yang disepakati dalam akad antara bank dan pembeli akhir, termasuk margin keuntungan. Margin keuntungan adalah selisih antara pendapatan istishna dan harga pokok istishna. Pendapatan istishna diakui dengan mengenakan metode persentase penyelesaian atau metode akad.

Pengakuan dan Pengukuran Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik
            Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan.
            Ijarah muntahiyah bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan obsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
            Perpindahan hak milik objek sewa kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dapat dilakukan dengan:
  1. Hibah
  2. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sisa cicilan sewa
  3. Penjual pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad
  4. Penjual secara bertahap sebesar hraga tertentu yang disepakati dan tercantum dalam akad.


Pengakuan dan Pengukuran Wadi’ah
            Wadi’ah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian ttitpan. Wadi’ah terbagi atas wadi’ah yad-dhamanah adalah titipan yang selama belum dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan, dan wadi’ah yad-amanah apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan, maka seluruhnya menjadi hak penerimaan titipan. Sedangkan dalam prinsip wadia’ah yad-amanah, penerimaan titipan tidak boleh memanfaatkan barang titipan tersebut sampai diambil kembali oleh penitip.
            Penerimaan titipan dalam transaksi wadi’ah dapat:
  1. Meminta ujrah (imbalan) atas penitipan barang/uang tersebut; dan
  2. Memberikan bonus kepada penitip dari hasil pemanfaatan barang/uang titipan (wadi’ah yad-amanah) namun tidak boleh diperjanjikan sebelumnya dan besarnya tergantung pada kebijakan penerima titipan.

Pengakuan dan Pengukuran Qardh
            Pinjaman Qardh adalah penyediaan dana atau tgihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang dipinjamkan. Bank syariah disampinkan memberikan pinjaman qard juga dapat menyalurkan pinjaman dalam bentu qardhul hasan. Qardhul Hasan adalah pinjaman tanpa pinjaman yang memungkinkan pinjaman untuk menggunakan dana tersebut selam jangka waktu tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati.
            Sumber dana qardhul hasan bersal dari eksternal dan internal. Sumber dana eksternel meliputi dana qardh yang diterima bank syariah dari pihak lain (missal dari sumbangan, infaq, shadaqah, dan hasil pendapatan nonhalal). Sumber dana internal meliputi hasil tagihan pinjaman qaldhul hasan.



Pengakuan dan Pengukuran Sharf
            Sharf adalah akad jual beli suatu valuta denan valuta lainnya. Transaksi valuta asing pada bank syariah hanya dapat dilakukan untuk tujuan lindung nilai dan dibenarkan utuk tujuan spekulatif.
Pendapatan Sharf
Selisih antara kurs yang diperjanjikan dalam kontrak dan kurs tunai pada tanggal penyerahan valutaq diakui sebagai keuntungan/kerugian pada saat penyerahan/penerimaan dana.

Pengakuan dan Pengukuran Kegiatan Bank Syariah Berbasis Imbalan
            Kegiatan-kegiatan yang menghasilkan ujrah (imbalan ) antara lain:
  1. Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa /nasabah kepada penerima kuasa /bank untuk melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa/. Akad wakalah tersebut dapat digunakan antara lain dalam pengiriman taransfer, penagihan utang baik melalui kliring maupun inkaso, dan realisasi L/C.
  2. Hiwalah adalah pemindahan pengalihan hak dan kewajiban, baik dalam bentuk pengalihan piutang maupun utang, dan jasa pemindahan/pengalihan dana dari suatu etnis kepada etnis lain.
  3. Kafalah adalah akad pemberian pinjaman yang diberikan oleh penerima jaminan dan peminjam bertanggung jawa atas pemenuhan kembali suatu kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan. Kafalah dapat digunakan untuk pemberian jasa bank antara lain garansi bank, standy by L/C, pembukaan L/C impor, dan lain-lain.

PENYAJIAN DALAM AKUNTANSI SYARIAH
            Penyajian laporan akuntansi bank syariah telah diatur dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PABSI). Oleh karena itu laporan keuangan harus mampu memfasilitasi semua pihak yang terikat dengan bank syariah.
            Laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut:
  1. Neraca
  2. Laporan laba rugi
  3. Laporan Arus Kas
  4. Laporan Perubahan Ekuitas
  5. Laporan Perubahan Dana Infestasi Terikat
  6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat Infaq dan Shadaqah
  7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan, dan
  8. Catatan atas Laporan Keuangan

BENTUK LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH
            Berdasarkan KDDPPLK Bank Syariah dijelaskan, maka laporan keuangan bank syariah harus disusun berdasarkan kerangka dasar penyususunan dan penyajiannya. Sebab laporan keuangan bank syariah tentunya memiliki perbedaan, meskipun ada beberapa aspek yang mungin sama dengan bentuk laporan keuangan pada umumnya.

PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH
            Seperti halnya dengan perusahaan lainnya, bank syariah secara umum dalam melakukan penyusunan laporan keuangan melalui beberapa tahapan antara lain:
  1. Bukti transaksi
  2. Jurnal
  3. Buku Besar
  4. Neraca Saldo
  5. Jurnal Penyesuain
  6. Laporan Keuangan

PENGUNGKAPAN DALAM AKUNTANSI BANK SYARIAH
Bank Syariah harus mengungkapkan hal-halberikut:
  1. Jenis aktiva produktif,sector ekonomi, dan jumlah aktiva produktifmasing-masing
  2. Jumlah aktiva produktif yang diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
  3. Kedudukan bank dalam pembiayaan bersamadan besarnya porsi yang di biayai
  4. Jumlah aktiva produktif yang telah direktrukturisasidan informasi lain tentang aktiva produktif yang direktrukturisasi selama periode berjalan
  5. Klasifikasi aktifa produktif menurut jangka waktu, kwalitas aktiva produktif, valuta dan tingkat bagi hasilrata-rata.
  6. Ikhtisar perubahan penyisihan kerugian dan penghapusan aktiva produktif yang diberikan dalam tahun yang bersangkutan yang menunjukan saldo awal, penyisihan selama tahun berjalan, penghapusan selamatahun berjalan, pembayaran aktifa produktif yang telah dihapus bukukan dan saldo penyisihan pada akhir tahun.
  7. Kebijakan dan metode akuntansi penyisihan (penghapusan aktifa produktif bermasalah).
  8. Metode yang digunakan untuk menetukan penyisihan khusus dan umum.
  9. Kebijakan, manajeman dan pelaksanaan pengendalian resiko portofolio aktifa produktif.
  10. Besarnya aktiva produktif bermasalah dan penyisihannya untuk setiap sektor ekonomi.
  11. Saldo aktiva yang sudah diaktifkan.

Pengungkapan Untuk Setiap Komponen Laporan Keuangan
Neraca
1.      Pengungkapan pembiayaan mudharabah mencakup:
a.       Jumlah pembiayaan mudharabah kasdan non kas.
b.      Kerugian atas penurunan nilai aktiva mudharabah, apabila ada,dan
c.       Persentase kepemilikan dana pada investasi tidak terikat yang signifikan berdasarkan kepemilikan perorangan dan/atau badan hokum
2.      Pengungkapan transaksi Istisna’:
a.       Pendapatan dan keuntungan dari kontrak istisna’ selama periode berjalan.
b.      Jumlah akumulasi biaya ataskontrak berjalan serta pendapatan dan keuntungan sampai dengan akhir periode berjalan
c.       Jumlah sisa kontrak yang belum selesai menurut spesifikasi dan syarat kontrak.
d.      Klaim tambahan yang belum selesai dan semua denda yang bersifat kontijan sebagai akibat keterlambatan pengiriman barang.
e.       Nilai kontrak Istisna’paralel yang sedang berjalan rentang periode pelaksanaannya
f.       Nilaikontrakistisna’yang telah ditanda tangani bank selama periode berjalan tetapi belum dilaksanakan dan rentang periode pelaksanaannya
3.      Pengungkapan transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik mencakup :
a.       Sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan ijarah
b.      Jumlah piutang cicilan ijarah yang akan jatuh tempo hingga dua tahun terakhir
c.       Jumlah objek sewa berdasarkan jenis transaksi(ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik),jenis aktiva, dan akumulasi penyusutannya apabila bank syariah sebagai pemilik objek sewa
d.      Jumlah utang ijarah yang jatuh tempo hingga dua tahun yang akan datang apabila bank syariah sebagai penyewa, dan
e.       Komitmen yang berhubungan dengan perjanjian ijarah muntahiyah bittamlik yang berlaku efektif pada periode laporan keuangan berikutnya
4.      Pengungkapan transaksi wadiah mencakup:
a.       Jumlah dana /barang yang mengikuti prinsip wadiah yad-amanah
b.      Jumlah dana wadiah yang di blokir sebagai jaminan pembiayaan atau transaksi perbankan lainnya.

Laporan Laba Rugi
Pendapatan,beban, keuntungan, dan kerugian harus diungkapkan berdasarkan jenis menurut karakteristik transaksi. Sejauh bias dilaksanakan, hal-hal tersebut dibawah ini yang berasal dari investasi yang dibiayai bersama oleh bank dan para pemilik dana investasi tidak terikat dan investasi yang hanya dibiayai oleh bank harus diungkapkan secara terpisah:
  1. Pendapatan dan keuntungan investasi
  2. Bebandan kerugian investasi
  3. Laba(rugi) investasi
  4. Bagian para pemilik dana investasi tidak terikat pada pendapatan (kerugian ) dari investasi sebelum bagian pengelola dana
  5. Bagian bank pada pendapatan (kerugian) investasi
  6. Bagian bank pada pendapatan dana investasi tidak terikat sebagai pengelola dana

Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
Pengungkapan hal-halyang berkaitan dengan laporan perubahan dana investasi terikat dalam catatan atas laporan keuangan mencakup:
  1. Periode yang dicakup laporan perubahan dana investasi terikat
  2. Secara  terpisah saldo awal, keuntungan (kerugian) dan saldo akhir dana investasi terikat yang berasal dari evaluasi dana investasi tidak terikat
  3. Siofatdari hubungan antara bank dan para pemilik dana investasi terikat, baik bank sebagai pengelola dana maupun sebagai agen investasi
  4. Hak dan kewajiban yang dikaitkan dengan masing-masing jenis dana investasi terikat atau unit investasi

Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat, infak, dan Shadaqah
Pengungakapan hal-hal yang berkaitan dengan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah dalamcatatan laporan keuangan mencakup :
  1. Periode yang dicakup oleh laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak dan shadaqah
  2. Dasarpenentuan zakat para pemegang saham jika bank diharuskan membayar zakat atas nama parapemegang saham
  3. Rincian sumber dana zakat,infak, dan shadaqah
  4. Dana zakat, infaq, dan shadaqah yang disalurkan bank selama periode
  5. Dana zakat,infaq, dan shadaqah yang belum disalurkan pada akhir periode laporan.

Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan
Pengungkapan hal-hal yang berkaitan dengan laporan sumber dean panggunaan dana qardhul hasan dalam catatan atas laporan keuangan mencakup:
  1. Periode yang dicakup laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan
  2. Rincian saldo qardhul hasan pada awal dan akhir periode berdasarkan sumbernya
  3. Jumlah dana yang disalurkan dan sumber dana yang diterima selama periode laporan berdasarkan jenisnya.

KESIMPULAN
1.      Tujuan mulia syari’ah menciptakan kemaslahatan adalah rujukan utama dalam perumusan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah, dan buah dari akuntansi syari’ah adalah laporan keuangannya. Bila kemudian laporan ini dijadikan dasar dalam transaksi bisnis akan sangat terjaga akuntabilitasnya. Apabila prinsip-prinsip akuntansi syari’ah dapat diadopsi dalam menyajikan laporan keuangan, tentu saja harapannya adalah menjaga eksistensi laporan keuangan agar tetap dapat dijadikan rujukan utama dalam pengambilan keputusan bisnis.
2.      Gambaran kinerja suatu bank baik umum maupun syariah biasanya tercermin dalam laporan keuangannya. Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak – pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi seperti :
  1. Pemilik dana/ shahibul maal
  2. Pihak-pihak yang memanfaatkan dan menerima penyaluran dana
  3. Pembayar zakat, infak dan shadaqah
  4. Pemegang saham
  5. Otoritas pengawasan
  6. Bank Indonesia
  7. Pemerintah
  8. Lembaga penjamin simpanan
  9. Masyarakat.






DAFTAR PUSTAKA

________, (2002). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59        Perbankan Syari’ah

Hidayat, Nur, (2002a). Urgensi Laporan Keuangan (Akuntansi Syari’ah) dalam      Praktek Ekonomi Islam, Simposium Nasional I Sistem  Ekonomi       Islami,            13-14 Maret 2002, Yogyakarta: P3EI FE UII
Hidayat, Nur, (2004). Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah, Simposium Nasional Akuntansi VII, 2-3 Desember 2004, Denpasar: FE UNUD

Adnan, Muhammad Akhyar. 2000. “Akuntansi Syari`ah: Dulu, Kini dan Esok”. Makalah pada Seminar Nasional Akuntansi Syari`ah, Unbraw, Malang.

Muhamad 2002a. Pengantar Akuntansi Syari`ah. Jakarta: Salemba Empat.

Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. 2003. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Triyuwono, Iwan, 2006b. Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah. PT.
Raja Grafindo Persada; Jakarta

Triyuwono, Iwan. 2004. Formulasi Karakter Laporan Akuntansi Syari’ah dengan Pendekatan Filsafat Manunggaling Kawulo Gusti (Syekh Siti Jenar). Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islami II. PPBEI, Universitas Brawijaya. Malang. h. 79-94.

Mulawarman, Aji Dedi. 2007a. Menggagas Laporan Arus Kas Syari’ah. Simposium Nasional Akuntansi X. Unhas Makassar. 26-28 Juli
Mulawarman, Aji Dedi. 2007c. Menggagas Laporan Keuangan Syari’ah Berbasis Trilogi Ma’isyah-Rizq-Maal. Simposium Nasional Ekonomi Islam 3. Unpad. Bandung. 14-15 Nopember.
Triyuwono, Iwan. 2007. Konsep Nilai Tambah Syariah. Simposium Nasional Akuntansi X Universitas Hassanudin. Makassar.
Mulawarman, Aji Dedi. 2007. Menggagas Laporan Arus Kas Syari’ah Berbasis
Ma’isyah: Diangkat dari Habitus Bisnis Muslim Indonesia. Makalah
disampaikan dalam SNA 10 UNHAS 26 – 28 Juli 2007 Makasar.

Mulawarman, Aji Dedi. 2009. Akuntansi Syari’ah Teori, Konsep dan Laporan
Keuangan. Jakarta: E Publishing Company.

1 komentar:

syaifurrahman mengatakan...

Dalam tulisan mabk di atas saya rsa sudah sangat jelas bagimana prosedur pencatatan transaksi dalam akuntansi syariah, namun say hanya memberi sedikit masukan, akankah lebih bagus lagi disertakan dengan contoh pencatatannya tersebut, karna dengan adaya cntoh teori-teori tsbt akan lebih mudah difahami.

Terimasih banyak mbak. Tulisan sampean banyak sekali memberi manfaat kepada saya

Posting Komentar